Bank dan Pencucian Uang

Mei 3, 2011 pukul 5:10 am | Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan komentar

 

BANK (BUKAN) TEMPAT  PENCUCIAN UANG

 

SECARA alamiah, bank merupakan tempat paling nyaman untuk mencuci uang dan private banking dikenal sebagai  salah satu produk bank yang berisiko tinggi digunakan oleh para kriminal  sebagai sarana pencucian uang.  Tingginya risiko produk bank ini karena private banking  menawarkan jasa khusus dan bersifat personal kepada nasabah tertentu seperti pejabat publik, pengusaha, penasehat investasi dan politisi termasuk keluarga dan relasi mereka. Itu sebabnya, terhadap nasabah private banking,  bank diwajibkan melakukan proses identifikasi yang lebih mendalam dan menyeluruh untuk mengetahui sumber pendapatan/kekayaan,  kebutuhan dan transaksi yang diinginkan oleh nasabah tersebut. Bank diwajibkan pula mendokumentasikan secara lengkap bentuk dan jenis transaksi yang diinginkan nasabah private banking. Kompleksitas  hubungan antara bank dan nasabah private banking memerlukan  sistem yang harus didisain khusus untuk mengawasi dan melaporkan aktivitas yang mencurigakan dari nasabah tersebut agar bank dapat mengevaluasi secara objektif dan rasional  seluruh aktivitas mereka.

Bank memang bukan satu-satunya tempat mencuci uang. Secara teoritis, ada  tiga metode yang dapat digunakan para kriminal memecah uang hasil kejahatan  dengan maksud  mengaburkan asal usul uang  tersebut dan kemudian menyatukannya kembali  untuk digunakan secara normal. Pertama, melibatkan sistem keuangan antara lain dengan menggunakan cek/surat berharga dan transfer elektronis. Kedua,  pemindahan secara fisik dengan menggunakan jasa pengirim uang atau menyeludupkan uang  tersebut ke luar negeri. Ketiga, menggunakan dokumen perdagangan  barang atau jasa palsu.  Metode pertama merupakan metode yang paling banyak digunakan karena secara alamiah kegiatan usaha bank kondusif untuk digunakan menyembunyikan uang.   Tingginya risiko bank digunakan sebagai sarana pencucian uang menyebabkan otoritas perbankan mewajibkan bank berperan aktif  dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Bank  dijadikan  ujung tombak  rejim anti pencucian uang, bahkan sebelum kegiatan pencucian yang ditetapkan pemerintah sebagai kejahatan. Bank  bersama-sama dengan karyawannya berada di lini terdepan dalam upaya memerangi aktifitas keuangan illegal. Untuk alasan itu bank  diwajibkan  mengambil langkah-langkah konkrit untuk melakukan indentifikasi, memperkecil dan mengelola setiap risiko yang berasal dari uang haram yang mengancam individual bank dan industri perbankan. Untuk dapat melakukan kewajibannya tersebut, bank  harus memiliki mekanisme kontrol dan mekanisme manajemen risiko serta   memiliki sumber daya yang cukup. Bank   diwajibkan  melakukan customer due delegence (CDD) agar dapat  melaporkan transaksi keuangan mencurigakan dan  transaksi tunai serta transfer lintas negara.  Hal ini dimaksudkan untuk mencegah dipergunakannya bank sebagai sarana pencucian uang.

Kealpaan melakukan CDD menyebabkan bank dapat dikenakan sanksi administratif berupa :

  1. teguran tertulis;
  2. penurunan tingkat kesehatan bank;
  3. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;
  4. pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan BI, atau;
  5. pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang Perbankan.

Disamping sanksi administratif, terhadap anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank   dapat  pula dengan sanksi pidana. Bahkan bank sebagai badan hukum juga dapat dikenakan sanksi pidana karena melakukan kejahatan pencucian uang. Memang,  untuk dapat dijatuhi tindak pidana korporasi, undang-undang menetapkan persyaratan yang ketat. Pasal 6 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menetapkan pidana dijatuhkan terhadap bank apabila tindak pidana pencucian uang:

  1. dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi;
  2. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi;
  3. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
  4. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.

Keempat persyaratan diatas bersifat kumulatif bukan alternatif. Artinya agar bank sebagai badan hukum dapat dijatuhi sanksi pidana maka keempat persyaratan tersebut harus dipenuhi.  

Sebagai penyeimbang dan untuk memberikan kepastian akan jaminan keamanan bagi bank dalam pelaksanaan penyampaian laporan undang-undang secara tegas menetapkan bahwa bank  pejabat dan pegawainya tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan. Klausula ini merupakan safe harbor bagi bank  dalam menjalankan kewajibannya. Immunitas seperti ini juga diterapkan di  AS. Bahkan ruang lingkup perlindungan hukum yang diberikan kepada bank dan karyawannya sangat luas. Luasnya perlindungan hukum tersebut disimpulkan dari keputusan pengadilan dalam perkara Whitney Nat’l Bank v. Karam. Dalam perkara  tersebut pengadilan memutuskan bank tidak perlu mengungkapkan catatan bank kepada pihak lain untuk  membuktikan:

  1. keberadaan atau isi laporan transaksi mencurigakan;
  2. komunikasi yang berkaitan dengan penyampaian transaksi mencurigakan atau isinya;
  3. komunikasi dengan otoritas dalam penyampaian laporan atau persiapan membuat laporan;
  4. komunikasi dengan otoritas setelah laporan transaksi mencurigakan disampaikan; atau
  5. keberadaan atau isi kominikasi lisan dengan otoritas berkaitan dengan kecurigaan atau kemungkinan pelanggaran hukum atau regulasi yang tidak jadi dilaporkan.

Luasnya cakupan perlindungan tersebut dimaksudkan agar bank tidak ragu menyampaikan laporan sebagaimana yang diwajibkan oleh undang-undang.

Proteksi lain yang diberikan kepada bank dalam menjalankan kewajibannya sebagai garda terdepan pencegahan tindak pidana pencucian uang adalah kehadiran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Secara konseptual,  PPATK  adalah unit intelijen keuangan (Financial Inteligent Unit/FIU). Pendirian suatu lembaga sebagai perantara antara bank  dengan lembaga penegak hukum dimaksudkan untuk menjaga reputasi bank sebagai lembaga  kepercayaan.  Kepercayaan terhadap bank dapat terus terjaga  karena bank  tidak diwajibkan melaporkan transaksi keuangan mencurigakan, laporan transaksi tunai dan transfer lintas negara langsung kepada lembaga penegah hukum. Bank  cukup melaporkan transaksi-transaksi tersebut  kepada FIU yang notabene adalah lembaga sipil. FIU  kemudian melakukan pemeriksaan untuk memastikan laporan yang diterimanya dari bank mengandung unsur tindak pidana sebelum akhirnya memutuskan untuk melaporkan adanya unsur tindak pidana tersebut kepada aparat penegak hukum. Dengan pengaturan seperti itu,  bank tidak berinteraksi langsung dengan aparat penegak hukum. Manfaat lain  kehadiran FIU adalah  untuk mengurangi kemungkinan nasabah bank yang tidak berdosa harus berhadapan dengan aparat penegak hukum. Singkat kata, potensi bank sebagai tempat nyaman pencucian uang sekaligus menjadikan bank sebagai garda terdepan mencegah dan memberantas pencucian uang. Untuk itu semua pihak yang terlibat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang perlu memberikan perlindungan terhadap bank agar kepercayaan masyarakat kepada bank tetap terjaga. Tidak ada satupun  bank  dapat terus hidup tanpa kepercayaan masyarakat.

Zulkarnain Sitompul,  Peneliti pada Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK BI) &  dosen Pascasarjana FH UI

Laman Berikutnya »

Blog di WordPress.com.
Entries dan komentar feeds.